Opsiberita.com - Rencana Sairin Rangkuti untuk melaporkan kasus dugaan pembiaran yang menyebabkan istrinya, almarhumah Sahrida Nasution, meninggal dunia di RSUD Panyabungan lima bulan lalu mendapat dukungan penuh dari keluarga, sahabat, tetangga, dan warga Desa Hutabargot Setia, Kecamatan Hutabargot, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
“Kami selaku keluarga, teman, jiran tetangga, bahkan warga masyarakat Desa Hutabargot Setia mendukung langkah Sairin yang akan melaporkan dr. Syafran dan dr. Muhammad Rusli Pulungan selaku Direktur RSUD Panyabungan dalam waktu dekat ini,” ujar Samsul Bahri, sahabat Sairin, melalui sambungan telepon kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
Samsul yang merupakan warga Desa Adianjior, Kecamatan Panyabungan, menilai tindakan pihak rumah sakit, termasuk dr. Syafran dan dr. Rusli Pulungan, sebagai bentuk kelalaian dan pembiaran terhadap pasien. Ia menyebut, tindakan tersebut mencerminkan sikap abai terhadap nyawa manusia.
“Ini tidak boleh dibiarkan. Almarhumah, suami, anak-anak, dan keluarganya harus mendapat keadilan. Ini bukan hanya soal kehilangan nyawa, tetapi soal sikap dan perlakuan pihak RSUD Panyabungan yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai prosedur. Mereka seolah meremehkan masyarakat kecil dan nyawa manusia,” tegasnya.
Samsul juga mendesak agar dr. Syafran dan dr. Rusli Pulungan diproses secara hukum dan diminta mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Harus ada keadilan, agar korban tenang di alam sana,” tambahnya.
---
Kesaksian Keluarga Korban
Terpisah, Koris Rangkuti, ayah Sairin sekaligus ayah mertua korban, mengaku sangat terpukul atas kejadian yang menimpa menantu dan keluarganya. Ia menyebut peristiwa itu sebagai bentuk penzaliman oleh pihak RSUD Panyabungan.
“Coba ya dek, sejak kami membawa almarhumah ke rumah sakit umum pada Minggu pagi, 11 Mei 2025, hingga akhirnya meninggal pada Rabu (14/5/2025), tidak ada satu pun tindakan medis yang dilakukan pihak rumah sakit,” ujarnya lirih.
Menurutnya, setengah hari pertama di rumah sakit tidak ada penanganan berarti. Hanya infus yang dipasang di ruang IGD. Kondisi pasien yang terus kesakitan membuat keluarga panik dan sempat terlibat adu mulut dengan petugas rumah sakit.
“Pada hari kedua, Senin (12/5), dr. Syafran sempat menemui korban dan menyatakan hasil diagnosa infeksi kandung kemih. Tapi setelah itu tidak ada tindakan lanjutan. Ketika kami tanya, katanya dokter tidak masuk karena tanggal merah. Sampai Selasa dan Rabu pun dr. Syafran tidak muncul. Tiba-tiba dr. Joko datang dan mengatakan penanganan pasien sudah dialihkan kepadanya,” ungkap Koris sambil menahan tangis.
Namun, lanjutnya, meski sudah dialihkan, kondisi pasien semakin kritis dan tetap tidak ada tindakan medis hingga akhirnya pada Rabu (14/5/2025) sekitar pukul 15.00 WIB, korban menghembuskan napas terakhir tanpa sempat mendapat perawatan.
---
Desakan Proses Hukum dan Boikot RSUD Panyabungan
Dukungan terhadap langkah hukum yang akan diambil Sairin juga datang dari warga Desa Hutabargot Setia. Mereka menilai pihak RSUD Panyabungan harus bertanggung jawab.
“Iya, kami semua warga Hutabargot Setia mendukung Sairin membawa kasus ini ke jalur hukum. Kami mengecam tindakan pihak rumah sakit. Sairin dan keluarganya harus mendapat keadilan,” ujar warga bernama Sahara bersama suaminya.
Sahara bahkan mengimbau masyarakat agar berhati-hati jika berobat ke RSUD Panyabungan, “Kalau bisa, jangan lagi berobat ke sana,” katanya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak RSUD Panyabungan, termasuk dr. Syafran, belum memberikan tanggapan meskipun telah dihubungi berulang kali melalui sambungan telepon. Nada dering menunjukkan panggilan masuk, namun tidak dijawab.(ob/afsir)
