Oleh: Irwan Daulay, Pemerhati Perekonomian
PERTUMBUHAN ekonomi Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mengalami penurunan pada akhir masa kepemimpinan pasangan SUKA. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi Madina Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Madina tercatat menurun menjadi 4,83% di tahun 2024, setelah sempat mencapai 4,93% di tahun 2023.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Madina pernah mencapai angka tertinggi 13,06% pada tahun 2010 di masa kepemimpinan Bupati Amru Daulay. Di era Bupati Dahlan Sukhairi, pertumbuhan tertinggi tercatat sebesar 6,49% pada tahun 2014.
Penurunan ini menjadi tantangan besar bagi pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih, SAHATA, untuk kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi Madina. Target yang realistis adalah setidaknya menyamai capaian era Dahlan Sukhairi, bahkan idealnya mencapai 8% sesuai dengan target nasional yang dicanangkan Pemerintah Pusat.
Namun, capaian tersebut tidak mudah diraih mengingat kondisi perekonomian nasional yang masih belum stabil. Meski demikian, jika pasangan SAHATA mampu memaksimalkan seluruh potensi daerah secara fokus dan terukur, target tersebut bukanlah hal yang mustahil.
Kabupaten Madina memiliki berbagai potensi ekonomi yang dapat digarap secara optimal, seperti sektor kehutanan yang sangat potensial dikembangkan melalui program perhutanan sosial. Sektor kelautan juga masih bisa ditingkatkan, baik dari sisi produksi tangkap maupun budidaya.
Selain itu, proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batahan yang sempat tertunda di era SUKA perlu dilanjutkan untuk mendorong industrialisasi. Konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi juga harus ditingkatkan, terutama untuk mendukung sektor pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, energi, dan pariwisata. Bandara Jenderal AH Nasution diharapkan menjadi pusat konektivitas (hub), sementara KEK Batahan dapat difungsikan sebagai pusat industri dan ekspor.
Salah satu langkah prioritas yang mendesak adalah peremajaan karet rakyat yang telah menua dengan total luas mencapai 10.000 hektare. Komoditas ini merupakan sumber penghidupan utama masyarakat Madina selain sawah dan kelapa sawit.
Oleh karena itu, pemerintah daerah di bawah kepemimpinan SAHATA perlu segera menyusun kajian teknokratis berbasis data makro ekonomi Madina. Kajian ini sangat penting untuk menetapkan skala prioritas pembangunan selama lima tahun ke depan, serta menjadi acuan dalam penyusunan APBD, perencanaan investasi, dan proyeksi konsumsi rumah tangga.(*)