Pengamat Hukum Ingatkan Hakim Jaga Netralitas dan Perlindungan Saksi di Sidang Korupsi Jalan Hutaimbaru–Sipiongot


Opsiberita.com
- Dua pengamat hukum menilai ucapan Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Medan Khamozaro Waruwu kepada saksi dalam sidang perkara korupsi proyek peningkatan Jalan Provinsi Hutaimbaru–Sipiongot, Kabupaten Padang Lawas Utara, berpotensi menimbulkan tafsir negatif dan mengalihkan fokus dari pokok perkara.


Pengamat Hukum Kota Medan Ridho Rejeki Pandiangan SH MH menyoroti kalimat “jangan takut kehilangan jabatan, takutlah kepada Tuhan” yang dilontarkan hakim kepada saksi Sekretaris Dinas PUPR Sumut Muhammad Haldun. Menurutnya, ucapan itu bisa dipahami publik sebagai tekanan psikologis.


“Kalimat seperti itu berpotensi membuat saksi merasa seolah-olah kesaksiannya diragukan atau diarahkan. Hakim sebaiknya menjaga netralitas dan memilih kata yang tidak menimbulkan kesan menggurui atau menekan,” kata Ridho di Medan, Selasa (30/9/2025).


Ridho yang juga pengurus DPC Peradi Kota Medan menambahkan, proses hukum yang sedang berjalan sudah menjadi sorotan publik sehingga setiap ucapan hakim mudah dipelintir. “Masyarakat menunggu keadilan dari fakta persidangan, bukan perdebatan soal gaya komunikasi. Fokus utama tetap pada pembuktian dan alat bukti,” tegasnya.


Sejalan dengan itu, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa) Muslim Muis menilai pesan moral dalam ruang sidang harus disampaikan secara proporsional. 


“Ucapan bernuansa religius memang baik secara etis, tetapi dalam konteks persidangan pidana bisa memunculkan tafsir hakim tidak sepenuhnya netral. Hakim sebaiknya menegakkan hukum positif dan memastikan setiap kata tidak menekan saksi,” ujarnya.


Muslim menambahkan, publik menginginkan sidang yang objektif dan transparan. “Kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan lahir dari sikap netral dan putusan berbasis bukti, bukan dari pesan moral yang bisa menimbulkan kegaduhan,” kata mantan wakil direktur LBH Medan itu.


Muslim Muis menambahkan, konsistensi pengadilan menjadi kunci agar proses hukum tetap terarah.


“Yang terpenting adalah pendalaman alat bukti, keterangan saksi, dan unsur pidana. Hakim harus berdiri netral, tidak memihak selain pada fakta dan hukum,” ucapnya.



Dalam sidang 24 September 2025 di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan, saksi Muhammad Haldun mengungkap adanya enam kali perubahan anggaran untuk proyek tersebut. Terungkap pula proses tender yang berlangsung cepat, di antaranya penayangan paket di LPSE pada 26 Juni 2025 pukul 17.32 WIB dan penetapan pemenang sekitar enam jam kemudian.


Nama Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution ikut disebut karena kunjungannya ke lokasi proyek pada April 2025 bersama sejumlah pejabat dan terdakwa. Bobby sebelumnya menyatakan kesiapannya hadir jika dipanggil pengadilan. 


Majelis hakim juga memerintahkan jaksa menghadirkan sejumlah saksi penting, termasuk Topan Obaja Putra Ginting (mantan Kadis PUPR Sumut), AKBP Yasir Ahmadi (mantan Kapolres Tapanuli Selatan) serta Rasuli Efendi Siregar (PPK proyek).


Ridho dan Muslim sepakat pengungkapan kasus korupsi harus menjaga ketenangan publik.


“Proses hukum harus berjalan jernih, profesional, dan tanpa tekanan dari mana pun. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan tetap terjaga,” kata Ridho.

Perkara ini menjerat dua terdakwa dari pihak swasta, yakni Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG), dan Muhammad Rayhan Dulasmi, Direktur PT Rona Mora. 


Keduanya didakwa melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan dan pelaksanaan proyek peningkatan jalan sepanjang sekitar 32 kilometer dengan nilai lebih dari Rp30 miliar. (ob/adm)

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Formulir Kontak